JEJAK LANGKAH - GUS DUR "BAPAK BANGSA & PEMIKIR TOLERANSI

Desember selalu memakitkan ingatan tentang seorang guru bangsa banyak menyebarkan visinya tentang demokrasi dan keragaman. 

Beliau  adalah Abdurrahman Wahid atau Gus Dur yang tutup usia pada 30 Desember 2009.

Sepanjang hidupnya presiden Indonesia ke-4 ini tak pernah lelah menyuarakan keberpihakannya pada mereka yang berbeda, pada kelompok kelompok yang didudukan sebagai lian.

Gusdur senantiasa ada buat mereka ia tak berkenan ada masyarakat yang
dipinggirkan hanya karena berbeda, ia merangkul segala kelompok atas nama kesetaraan di era kepemimpinannya Indonesia membuka lagi ruang-ruang sosial bagi masyarakat yang selama bertahun-tahun terpinggirkan, seperti masyarakat tionghoa. Imlek disertakan dalam daftar libur nasional dan perayaan-perayaan masyarakat Tionghoa kembali boleh diadakan.

I

Abdurrahman Wahid lahir di Jombang Jawa timur, di tengah keluarga yang kental tradisi Islam serta tinggi intelektualitas dan nasionalismenya.

Kakek Abdurrahman Wahid,hadratussyaikh kyai haji Hasyim Asy'ari adalah pendiri Nahdlatul ulama organisasi Islam paling besar di Indonesia.

sementara ayahnya Wahid Hasyim pernah menjadi menteri negara di era pemerintahan Soekarno. Baik kakek maupun ayah Gus Dur mendapat gelar pahlawan untuk kontribusi besarnya bagi negara.

 Gus Dur merupakan putra sulung dari 6 bersaudara ibunya Hajjah solehah juga datang dari keluarga berlatar Islam yang kuat. 

kakeknya dari ibu kyai haji Bisri Syansuri merupakan ulama terpandang yang mendirikan pesantren Mambaul Ma'arif denanyar Jombang. 

putra sulung Wahid Hasyim dan Solehah itu memiliki nama lengkap Abdurrahman addakhil. addakhil sendiri berarti sang penakluk, namun nama tersebut tidak cukup dikenal dan diganti dengan nama Wahid, yang kemudian lebih melekat dengannya belakangan ia justru lebih akrab disapa dengan Gus Dur.

Gus sebutkan kehormatan kas pesantren kepada seorang anak kyai yang berarti Abang atau mas. Bila melihat garis leluhurnya Gus Dur sejatinya memiliki darah Tionghoa dari tan kim han yang menikah dengan tan Alok saudara kandung dari Raden patah pendiri kesultanan Demak yang bernama Tionghoa Tan eng hoa.


Tahun 1949 Gus Dur sempat belajar di SD Kris kemudian pindah ke SD Matraman Perwari. Hanya selalu menyemangati Gus Dur untuk banyak membaca tak hanya buku-buku tentang Islam, tapi juga buku-buku populer, Majalah dan koran untuk memperluas pengetahuannya.

Gus Dur pernah mengalami kesulitan belajar di sekolah menengah pertama yang tahun 1954 setahun setelah ayahnya wafat. Sang ibu kemudian mengirimnya ke Yogyakarta untuk meluruskan pendidikan SMP sambil berguru agama kepada kyai haji Ali Maksum di pesantren Krapyak.
Selulusnya SMP dari tahun 1957 Gus Dur meneruskan pendidikannya di pesantren Tegalrejo di kota Magelang, iya menjadi murid yang amat cemerlang dan ia menyelesaikan seluruh tingkat pendidikannya. Tahun 1959 Gus Dur pindah ke pesantren di Jombang.

Gus Dur yang telah mulai aktif menulis di usia muda menerima beasiswa dari kementerian agama untuk melanjutkan pendidikan di universitas Al Azhar di kairo pada 1963. 

Kota ini adalah kota besar pertama yang dikunjunginya dan ia pun terpesona oleh nya. Gus Dur pun terhubung dan terlibat dengan asosiasi pelajar Indonesia bahkan menjadi jurnalis majalah asosiasi tersebut.

Iya akhirnya urung menjalani studi di universitas Al Azhar dan ia berkuliah di universitas Baghdad di Irak, mengambil fakultas Arab jurusan sastra Arab.
ia lulus tahun 1970 selulus kuliah sarjana, Gus Dur ingin melanjutkan pendidikan di universitas Leiden, sayangnya universitas Baghdad tadi akui oleh universitas tersebut dan membuat Gus Dur terpaksa melepas mimpinya bersekolah di negeri Belanda. Namun ale-ale bersedih karena tak bisa melanjutkan kuliah iya memilih untuk bertualang dulu di Jerman dan Prancis sebelum akhirnya kembali ke Indonesia pada tahun 1971. 

Sejak masih bersekolah di Jombang Gus Dur telah bekerja menjadi guru dan kepala sekolah. Ia juga memulai jejaknya di dunia jurnalistik dengan menjadi komunis di majalah horizon dan budaya jaya. Tamat kuliah di Baghdad dan kembali ke Indonesia, Gus Dur meneruskan aktivitas menulisnya dengan menjadi kolomis dan kontributor berbagai majalah surat kabar dan jurnal seperti majalah Tempo, harian Kompas dan jurnal prisma. 

Ia pun mulai kerap tampil sebagai pengaman sosial dan diundang ke berbagai forum, menariknya kendati telah mulai dikenal dan sukses sebagai intelektual dan pengamat sosial. Gus Dur tak gengsi mencari rezeki tambahan dengan berjualan kacang dan mengantarkan es. 

Pada tahun 1974 Gus Dur mendapatkan pekerjaan tambahan di Jombang sebagai guru di pesantren tambak beras dan kemudian juga menjadi guru kitab Al Hikam. Ia menjabat sebagai sekretaris umum pesantren Tebuireng hingga tahun 1980. 3 tahun kemudian yakni pada tahun 1977 Gus Dur bergabung ke universitas Hasyim Asy'ari sebagai dekan fakultas praktik dan kepercayaan Islam dan universitas ingin agar Gus Dur mengajar subjek tambahan seperti syariat Islam dan misiologi. Namun kelebihannya menyebabkan beberapa ketidaksenangan dari berbagai kalangan universitas.

Keterlibatan dengan nadhlatul ulama organisasi yang didirikan oleh kakeknya dimulai Gus Dur pada tahun 1980 dengan menjabat sebagai seorang khatib awal PBNU. 4 tahun setelahnya ia diangkat sebagai ketua dewan Tanfidz PBNU. Gus Dur tak hanya bergiat di NU ia pun pernah menjabat sebagai ketua majelis ulama Indonesia atau MUI pada 1987 sebelum pada tahun 1989 karirnya pun meningkat dengan menjadi seorang anggota majelis permusyawaratan rakyat republik Indonesia. 

Kalau itu tak ada yang menduga bahwa satu dekade kemudian yakni pada 1999 hingga 2001 ia akan menjabat sebagai presiden republik Indonesia. 

Hal yang juga tak bisa dilepaskan dari kiprahnya adalah kegigihannya menegakkan demokrasi dan pluralisme atau keberagaman. Ia terlibat aktif dalam gerakan-gerakan pro demokrasi untuk menentang kebijakan-kebijakan pemerintah orde baru yang kian harian represif.  

Kegiatannya mendukung gerakan pro demokrasi dan keberagaman ini membuatnya dianugerahi banyak penghargaan di antara lain:
- Remon magsaysay award
- tasrif award dari aliansi jurnalis independen, penghargaan dari Simon Wiesenthal center mebel valor.

Gus Dur pun dinobatkan sebagai bapak Tionghoa oleh beberapa tokoh Tionghoa Semarang di kelenteng tay kak sie gang Lombok di Semarang Jawa tengah.


II


Kontroversi barangkali tepat dianalogikan sebagai nama tangah Gus Dur, pendapat dan langkah-langkah politiknya penuh kejutan. cetusan-cetusannya dalam mengomentari sebuah kondisi politik pun kerap menggelitik dan menjadi sebuah jargon yang melekat dengannya hingga jauh hari. 


Kendati aktif dan selalu penuh energi sejak lama, Gus Dur mengidap berbagai penyakit yang perlahan tapi pasti terus mengikis kesehatannya, selain diabetes dan gangguan ginjal, gangguan penglihatan yang ia alami membuat fitur yang begitu kemarin membaca terpaksa memerlukan bantuan orang lain untuk membaca dan menulis. Beliau pun beberapa kali terkena serangan stroke, beliau tetap usia pada Rabu 30 Desember 2009 di rumah sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta pada pukul 18 lewat 45 menit. Akibat berbagai komplikasi penyakit yang dideritanya sejak lama. 

Sebelum wafat ia harus menjalani hemodialisis atau cuci darah rutin, seminggu sebelum dipindahkan ke Jakarta iya sempat dirawat di Jombang seusai mengadakan perjalanan di Jawa timur. Barangkali perjalanan tersebut merupakan caranya berpamitan dengan para leluhur di mana agar jiwanya terdapat. Kini Gus Dur telah bersembayam dengan keabadian di sebelah utara pusara kakeknya, yang juga pendiri Nahdlatul ulama atau NU kyai haji Hasyim Asy'ari di pondok pesantren Tebuireng Jombang Jawa timur.